Sunday, March 10, 2013

Tuhan Kau Kucinta



Tuhan Kau Kucinta
Demi jantung yang menampung seluruh rindu Aku mengalir bagai waktu tak punya hulu Dalam nadi kecil kutemukan kuasa-Mu Dengan angin pagi kumerasa kasih cinta-Mu
Wahai Tuhan, kau cipta aku begitu sempurna Kau titip aku kepada bidadari haus surga Engkau terus mencipta alam dengan segala kaya Harmoni cinta kini memelukku tanpa jeda Engkau membiarkanku mengembara di sahara kerinduan Tanpa air aku terbaring , oase bak sebatas fatamorgana Seumpama pasir aku hanyalah kerdil yang terinjak Seumpama ranting aku hanya hitam tak hadirkan hijau
Aku memang hamba-Mu yang hina Bersyukur memang aku kadang berpura lupa Aku memang hamba-Mu yang sengsaraMelanggar titah-Mu kini sudah biasa Aku ingin mencintai-Mu sepenuhnyaMungkin seperti laut yang tak kenal tepinya Aku ingin merindu-Mu dengan sukma Mengagungkan-Mu dipandu denyut nadi Maafkan aku Tuhan, aku masih ingin memeluk surga .


Ibu..
Senyum indah yang terbayang ketika kusebut namamu
Senyum yang kau selalu tunjukkan kepada kami dibalik letih dan dukamu
Ibu ..
Jika aku bisa menjadi angin yang dapat menyejukanmu, aku akan melakukannya.
Jika aku bisa menjadi matahari yang dapat membuatmu bercahaya, aku akan melakukannya.
Dan jika aku bisa menjadi hujan yang dapat menyembunyikan tangismu, aku pun akan melakukannya.
Namun, entah mengapa aku selalu menyakiti hatimu.
Menoreh luka dengan kata-kata kasarku.
Maafkan aku ibu, aku ingin bersujud dan mencari surga ditelapak kakimu.
Kini aku pergi mencari duniaku, memahat cita-cita di bumi kinanah ini.
Ingatlah, saat aku terbang dengan sayap patah yang kau rajut .
Aku mencintaimu, disepanjang jalanku.

Rindu yang meradang
Diantara kerlip cahaya, akulah sang biola .
Dalam sedihmu, kualun melodi harmoni penuh cinta .
Tersenyumlah ayah, sempurnakan lukisan pelangi maha warna .
Kita memang terpisah sang biru yang membentang tanpa rasa iba, jarak dan waktu memaksaku mengukir kerinduan dalam-dalam .
Kala rindu ini hanyalah sebuah kesakitan yang meradang, kutumpahkan getir sesak ini diatas sajadah sepertiga malam .
Datanglah, aku menantikanmu dalam setiap lamunanku .
Datanglah, aku disini tetap berdiri ditepi dermaga kenangan kita .


Sajak Musim Dingin
Suatu malam aku hidup dalam ketakutan . 
Kawanan awan hitam penuh rasa curiga . 
Suara anjing ikut melonglong tanpa segan . 
Apakah ini drama atau memang fakta yang harus kuterima .
Aku terperangkap dalam gelap yang begitu pekat . 
Begitu silau, sinar menusuk tajam setiap garis mataku . 
Aku menyaksikan cahaya putih memancar berkilat-kilat . 
Itukah kamu malaikat yang kusebut dalam setiap sujudku .
Kau menghebohkan lamunanku, dunia pun tersipu malu . 
Bergegas ia pergi tanpa permisi bersama takut yang dulu kian mencumbu . 
Mungkin ia malu, atau mungkin ia cemburu .


Bagimu mungkin aku hanya ilalang yang mencoba menggapai langit takkan teraba
Tapi aku menjelmakanmu bagai dewa yang selalu kupuja bahkan dengan mata tak terbuka .
Pada secarik kertas merah muda, huruf-huruf berpegangan. Mereka penasaran, untuk sosok seindah apa mereka dibariskan
Sepertinya jemariku mulai kaku , menulis namamu pun aku tak lagi kuasa .
Tiada yang lebih teduh dari matamu, yang menjadi kemah tersejuk bagi luka-lukaku itu.
Kita seperti debur ombak yg saling berkejaran, dan tak tahu pasti di tepi pantai mana kita akan karam dlm angan-angan.
Ada bilur-bilur luka yang sengaja kuabadikan, agar aku tetap mengingat cinta itu ada, seusai airmata.
Inilah sepi; ketika detak jam menjadi suara yg menyayat senyap dan ketika malam serupa penjara paling basah dan lembap.
Sepasang mataku ialah malam yg sengaja tak kuberi cahaya, agar aku pun bisa mencintaimu dlm kegelapan yang paling buta.
Aku lupa siapa duka, kepada siapa ia menderai luka. Aku pun lupa siapa lara, kepada siapa nanar bicara.




0 comments:

Post a Comment