Sunday, March 10, 2013

Abdurrahman Ad-Dakhil, Santri Intelek Yang Humoris

Abdurrahman Ad-Dakhil, Santri Intelek Yang Humoris
Oleh : Adhitya Andika *



Presiden yang satu ini memang senang sekali berhumor, karakternya memang suka sekali becanda, dan memiliki selera humor yang tinggi yang bertumpu pada gagasan dan kata-kata, tapi dibalik semua humor yang diceritakan oleh GusDur ini ternyata mengandung makna yang mendalam, salah satu contohnya adalah humor  yang disampaikan oleh GusDur yang bertema orang Madura, sebagai cara GusDur membela masyarakat yang selama itu sering didiskriminasi, karena dianggap sebagai masyarakat terbelakang,  yang dipresentasikan oleh orang madura. Dengan judul cerita MenegRistek ( riset dan teknologi ) dikalahin orang madura.

Singkat cerita  pak menteri yang megurusi iptek ini berpidato didepan santri suatu pondok pesantren di daerah Madura. Ia berpidato bahwasanya di negara Indonesia ini sudah ciptakan pesawat terbang bahkan sebentar lagi akan diciptakannya pesawat yang bisa mendarat kebulan,  sesaat setelah itu pak menteri heran karena tidak adanya respon audien, hanya terdiam dan akhirnya salah satu santri berdiri dan berbicara ‘kalo saya tidak bangga pak, kan sudah ada pak yang kaya begitu, saya akan bangga kalau bapak bisa menciptakan pesawat yang bisa mendarat ke matahari pak….’ bapak menteri pun menjawab dengan menjelaskan  soal kesulitan menciptakan pesawat yang seperti itu dengan disertai  paparan ilmiah ilmu fisika yang menggebu-gebu dan semangat.Kalau cuma begitu saja mudah Pak...' Belum selesai Pak menteri bicara, si santri Madura menyela. 'Loh, mudah gimana?' Pak Menteri lagi-lagi kaget. 'Kalau takut pesawatnya meleleh karena panas, berangkatnya habis Magrib saja. Kan sudah dingin, iya kan..?

GusDur menjelaskan bahwasanya ”Pak Menteri itu maksudnya baik, ingin membuat rakyat bangga dengan kemampuan sendiri, cuma dia gak paham sosiologi dan antropologi orang-orang di bawah, apalagi orang Madura seperti di pesantren Bangkalan tadi. Sehebat apapun iptek kita, kalau gak dipahami, tidak ada gunanya buat rakyat, dan si elite cuma mau karepnya sendiri... manfaatnya ya kurang..."

Dalam hal ini GusDur yang memperoleh penghargaan dari Universitas Temple yang namanya diabadikan dalam kelompok study Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study ini memakai thariqoh para kyai di dunia pesantren, yaitu berdakwah menggunakan humor. Seperti halnya KH. Mustafa Bisri (Gus Mus), juga kyai-kyai di Cirebon dan Jatim, yang selalu menyisipkan humor dalam dakwahnya.

Presiden yang dijuluki sebagai Bapak pluralisme Indonesia ini lahir di Jombang, Jawa timur 7 September 1940 dan wafat di Jakarta 30 Desember 2009 pada saat umurnya 69 tahun. Nama aslinya adalah Abdurrahman Ad-Dakhil, kata Ad-Dakhil diambil dari seorang penakluk perintis bani Umayyah yang menaruh tonggak kejayaan islam di tanah Spanyol, bapaknya KH.Wahid Hasyim mengambil nama itu agar anaknya bisa menjadi seperti tokoh yang ia maksud itu. Akan tetapi belakangan nama Ad-Dakhil kurang begitu masyhur di kalangan masyarakat, dan akhirnya nama Ad-Dakhil diganti dengan nama Wahid, Abdurrahman Wahid, dan sekarang lebih dikenal lagi dengan nama GusDur. Ialah santri intelek yang memiliki pribadi cerdas, cerdik, egaliter dan bersahaja, prestasinya tidak hanya tingkat nasional akan tetapi internasional.
Berikut prestasi internasionalnya :
1.      Islamic Missionary Award dari pemerintah Mesir
2.      Magsaysay Award manila, philipina
3.      Ambassador of Peace Internasional and Inter Religion federation Award Peace Amerika serikat
4.      Public Service Award University Colombia Amerika Serikat
5.      The Culture of Peace in English award italia
6.      Global Tolerence Award friend of United Nations Amerika Serikat
7.      Doctor honorary Causa University Jawaharlal Nehru India
8.      Doctor honorary Causa  dari Asian Institute of technology Thailand
9.      Doctor honorary Causa bidang hukum dari konkuk University Seoul Korea Selatan
10.  Doctor honorary Causa bidang perdamaian dari Sekka University Jepang
11.  Doctor honorary Causa bidang ilmu hukum dan politik, ekonomi dan manajemen Universitas Paris 1 ( Phantheeon – Sorbonne )
12.   Presiden Award Headguatera on Non Violence Peaca Movement, Korea Selatan
13.  World Peace Press Award, Korea Selatan
14.  Dal to Peal Award Malaysia
15.  Kepemimpin Global ( The Global Leathership Award ) Colombia University
16.  Penghargaan dari Simon Wiethental Center Amerika Serikat
17.  Pengharagaan dari Medals Valor Amerika Serikat
18.  Penghargaaan dan Penghormataan dari Temple University Philadalhpia  Amerika Serikat.
19.  Doctor honorary Causa bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand
20.  Doctor honorary Causa dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand
21.  Doctor honorary Causa dari Universitas Twente, Belanda
Gusdur yang mendapatkan penghargaan Mebal Valor dari Los Angeles karena ia salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM ini adalah seorang tokoh islam yang aktif dalam berorganisasi, dari aktifitas-aktifitas internasionalnya dalam berorganisasi sebagai berikut :
1.      Penasehat Intenasional Dialogue Project School Areal Study and House, Belanda
2.      Presiden World Confrense on Religions and Peace Amerika Serikat
3.      Presiden Asosiations of business community leathers Amerika Serikat
4.      Anggota dewan penasehat internasional dan Inter Religious federation world Amerika Serikat
5.      Presiden kehormatan Internasional Islamic Presiden Organisasion for Reconcilition and Recontruction Inggris
6.      Presiden non violence Peace Movement Korea Selatan 

Cucu dari dua ulama NU sekaligus tokoh Indonesia ( KH. Hasyim Asyari dan KH bisyri syamsuri ) ini adalah seorang murid dari kakeknya yang sudah lancar membaca Al-Quran pada umur 5 tahun, ia diajari buku non muslim di Jakarta untuk memperluas pengetahuannya saat bapaknya KH. Wahid Hasyim menjadi menteri agama pertama di Indonesia, prestasi menulisnya tidak diragukan lagi, bahkan ketika ia menginjak sekolah dasar ia menang dalam perlombaan menulis se-Jakarta. dia juga mempunyai cita-cita ingin menjadi pendidik dan penulis, bukan menjadi politikus

Tahun 1959 Gusdur, bintang republik indonesia adipurna yang dinilai memiliki semangat, visi dan komitmen dalam  memperjuangkan kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman dan demokrasi di Indonesia sehingga memperoleh Tasrif Award-AJI (aliansi jurnalis Independen )ini belajar di pondok pesantren Tambak Beras Jombang, Jawa Timur. Dan sambil belajar ia merintis karirnya yang pertama sebagai guru. Di umurnya yang 22 tahun, Gusdur melanjutkan studinya di universitas Al-Azhar, Mesir. Dan ternyata di Al-Azhar sang guru bangsa ini tidak langsung masuk dunia perkuliahan, dia masuk kelas ekstensi terlebih dahulu ( kelas persiapan ) atau bisa disebut ma’had. Untuk menghilangkan kebosanannya karena kekecewaannya yang tidak langsung masuk perkuliahan, justru belajar ilmu-ilmu dasar agama islam yang sudah difahami Gusdur saat itu, Gusdur menjadikan hari-harinya untuk membaca buku di perpustakaan – perpustakaan Mesir dan mengunjungi pusat pelayanan Amerika, dan ternyata sambil belajar diapun bekerja di KBRI.

Karena ketidak cocokannya dengan sistem belajar di mesir pada saat itu ditambah dengan meletusnya gerakan 30 september  dengan Soekarno sebagai presidennya, mayor jendral Soeharto  pada 30 september 1965 memberikan perintah kepada kedutaan republik Indonesia di Mesir untuk melakukan investigasi terhadap para pelajar  Indonesia yang belajar di Universitas –Universitas yang berada di Mesir sekaligus memberikan laporan kedudukan politik mahasiswa. Karena kepintarannya dalam menulis, sang pelopor sekaligus orang pertama yang menciptakan syiir tanpo waton ini mendapatkan perintah tersebut, perintah untuk menulis laporan kedudukan politik mahasiswa Indonesia di Mesir, akan tetapi Gusdur merasa sangat terganggu dengan perintah ini dalam proses belajarnya di Mesir. 

2 tahun setengah kurang lebih, seorang presiden Tanfidziah Nahdlotul Ulama yang disepakati pada saat musyawaroh nasional ini menuntut ilmu di Mesir. Dikarenakan alasan diatas dan dengan didapatkannya beasiswa dari Universitas Baghdad, pada tahun 1966 Ia pindah ke Irak, dan belajar agama islam disana selama 4 tahun. Di samping proses belajarnya di Irak, ia sering mendatangi perpustakaan Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani untuk menambah wawasannya. Dan ternyata setelah 4 tahun menyelasaikan studinya di Baghdad ia tidak langsung pulang ke Tanah Air, akan tetapi  dia meneruskan studinya ke beberapa negara di Eropa. Dan pada tanggal 1971 dia baru pulang ke Indonesia dengan membawa bekal ilmu dan pengalaman.

Cita-cita seorang GusDur yang memiliki pendirian yang sangat kokoh ini ialah sebagai pendidik dan penulis, ia mahir sekali dalam menulis, cita-citanya tercapai, Gusdur aktif dalam menulis di majalah Tempo dan koran Kompas, artikel-artikelnya diterima dengan baik, tulisannya diterima di media-media, dan akhirnya Gusdur mengembangkan reputasinya sebagai komentator sosial, dan mengisi seminar dan kuliah. Akan tetapi sebagai keturunan dari pra Wahid, Gusdur diminta untuk memainkan peran aktif di Nahdlotul Ulama. Dan perintah ini bertolak belakang dari mimpinya sebagai penulis, diapun menolak perintah tersebut sampai akhirnya perintah datang dari kakeknya, dan akhirnya Gusdur menerimanya. Dan di sinilah awal mulanya GusDur memulai politik sampai akhirnya Ia menjadi presiden ke-4 setelah jatuhnya kekuasaaan Soeharto.

wafatnya sang guru bangsa ini membuat sedihnya para kaum minoritas  di Indonesia sehingga beramai ramai orang dari 5 ragam agama yang berada di Indonesia ini mendatangi makam almarhum Gusdur, termasuk juga orang-orang Tiong hoa yang menobatkan Gusdur sebagai bapak Tiong hoa pada tanggal 10 maret 2004 karena sifatnya yang tidak suka dengan deskriminasi dan membela kaum minoritas. Atas jasa-jasanya dan kecintaan masyarakat kepadanya Hingga saat ini makam Almarhum gusdur sering diziarahi.
Bahkan atas prestasi dan jasanya,  walaupun sudah almarhum, bapak lintas agama ini mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010, dan memberikannya kepada istrinya Nyai sinta Nuriyah.

* Mahasiswa Al-Azhar 2012, Fakultas Ushuluddin




Kontribusi Wanita Cerdas dalam Mencetak Generasi Berkualitas



Kontribusi Wanita Cerdas dalam Mencetak Generasi Berkualitas
Oleh : Lailatul Qudsiah*



            Menjadi seorang wanita merupakan sebuah anugerah luar biasa yang telah Allah SWT tetapkan untuk kita. Betapa banyak kemuliaan dan keutamaan yang terpaparkan dalam Al-Qur’an juga Hadits. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah Hadis sahih, di antara keutamaan wanita adalah do’a wanita lebih maqbul daripada laki-laki, disebabkan lebih besar dan kuatnya kasih sayang wanita daripada laki-laki. Ketika Rasul ditanya akan hal tersebut Beliau menjawab: “Ibu lebih penyayang dibanding bapak, dan do’a seorang penyayang tidak akan sia-sia.”
            Wanita dengan fitrahnya terlahir cantik, dan pula mencintai yang cantik lagi indah. Namun, cantik saja tidak cukup. Betapa pun tingginya nilai kecantikan seorang wanita akan terasa hambar jika tidak dibarengi dengan nilai sebuah kecerdasan.
Kecerdasan tak selalu dilihat dari kuatnya daya ingat yang dimiliki atau jejeran nilai fantastis dari catatan akademis. Tapi lebih pada kesadaran  seorang wanita itu sendiri untuk menampilkan dirinya sebagai sosok mulia dengan segenap nalurinya yang memang indah dan pantas untuk dihormati.
Selain cerdas wanita juga harus pintar. Kenapa saya memisahkan kedua kata tersebut, 'cerdas dan pintar’? Bukankah sama saja?
Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan Allah-lah Sang Perencana terbaik bagi makhluk-Nya, temasuk perancangan sisi intelektualitas manusia. Cerdas adalah alat sementara pintar adalah hasilnya. Alat ada untuk memudahkan suatu pekerjaan, dan harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat tersebut. Jika tidak, maka alat akan cepat rusak bahkan akan menghasilkan suatu yang salah. Buku petunjuk untuk menggunakan alat (kecerdasan) yakni iman (islam) yang di dalamnya terdapat Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedoman hidup. Jika tidak bisa menggunakan alat dengan baik maka akan memperoleh hasil yang salah. Maka pintar saja belum cukup, harus bisa cerdas pula menempatkan diri, cerdas menyikapi kondisi dan menghadapi segala permasalahan, dan tahu cara menggunakan kecerdasan sesuai dengan petunjuk panduan penggunaan alatnya.
Bersyukurlah kita karena terlahir dan hidup dalam bingkai Islam. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam sangat menjunjung tinggi derajat seorang wanita. Sebagai  seorang istri, seorang ibu bagi anak-anaknya, serta sebagai pendidik generasi.
Setiap wanita dengan ketentuan Allah SWT akan menjadi seorang ibu. Selama ini yang terjadi adalah kecerdasan wanita lebih diarahkan pada eksistensi diri ke arah lapangan kerja. Padahal wanita sebagai calon ibu rumah tangga perlu mendapat pendidikan khusus mengenai tata cara mendidik anak. Dimana seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Tingginya kebutuhan hidup mungkin merupakan satu alasan yang membuat seorang ibu harus membantu sang ayah mencari nafkah. Keadaan ini seringkali membuat ibu lalai dalam menjalankan tugas utamanya sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Banyak waktu yang dihabiskan seorang ibu di luar rumah, dan tanpa sadar hal ini secara tidak langsung sedikit banyak telah memangkas waktu untuk mendidik dan membimbing anak.
Dengan banyaknya ibu yang berkiprah di luar rumah utuk berkarir atau mencari nafkah, seringkali memberikan peluang lebih besar untuk terjadinya disharmonisasi dalam keluarga. Komunikasi antara ibu dan anak terhambat, bahkan tak jarang anak menjadi terabaikan. Karena merasa terabaikan, sang anak bisa saja mencari kesenangan di luar yang, na’uzubillah, mendekatkan mereka pada kerusakan moral dan sebagainya.
Oleh sebab itu, seorang wanita yang telah menjadi ibu dituntut agar memiliki kepribadian yang tangguh dan juga memiliki ideologis, yakni kepribadian Islam (Syahshiah Islam) yang berguna untuk mendidik anak agar menjadi generasi yang juga berkepribadian Islam. Berkepribadian islam berarti memiliki pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) secara islami, yang, berlandaskan akidah islam. Dan kepribadian Islam didapat dengan Tafaqquh Fi Ad-Din. Maka, Tafaqquh Fi Ad-Din menjadi wajib ‘ain hukumnya bagi setiap individu seorang muslim, termasuk para wanita atau para ibu.
Mungkin kita sering mendengar perkataan bahwa wanita adalah tiang Negara. Kalimat tersebut tidaklah berlebihan untuk menggambarkan peranan seorang wanita atau ibu. Karena sesungguhkan madrasah pertama bagi anak bukanlah PG ataupun PAUD. Sadar tidak sadar, dari rumahlah pertama kali anak belajar, dan ibulah guru pertama bagi sang anak. Ibu mempunyai pengaruh besar dalam membentuk kepribadian anak. Ibu cerdas melahirkan generasi cerdas. Dan sekali lagi, cerdas disini bukan berarti cerdas dalam akademik saja, tapi juga cerdas dalam menyikapi segala kondsi dan permasalahan.
Seorang wanita atau ibu yang cerdas juga akan menyadari bahwa anak adalah amanah, dan mendidik anak adalah sebuah kewajiban bukan pilihan. Rasulullah bersabda, “Didiklah anakmu, dan baguskanlah akhlaknya dengan mengajarkan kepada mereka olah jiwa dan memperbaiki akhlak.” (HR. Ad-Dailami)
Sebagaimana telah ditetapkan dalam syari’at islam, bahwa kedudukan utama seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ibulah yang dapat membentuk pribadi-pribadi tangguh dalam diri anaknya. Ia mampu membentuk dan mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi mu’min salih dan jundi yang tangguh. Sehingga bisa jadi sang anak akan mempunyai mental seorang pemimpin yang salih dan cerdas, serta menjadi generasi berkualitas.
Namun, tentunya diperlukan usaha yang ekstra keras dan kesabaran luar biasa untuk mewujudkan hal itu. Untuk mewujudkan generasi berkualitas diperoleh dari proses pendidikan dan pembinaan. Kedua hal tersebut merupakan proses panjang dan berkesinambungan. Dimana pendidikan tak hanya didapatkan anak sejak ia masuk sekolah, tapi juga sejak dalam kandungan, lalu sejak ia terlahir kedunia, hingga akhirnya kembali pada Allah SWT.
“Ibu adalah dahan pijakan anak untuk meraih pucuk kehidupannya, bila dahan itu patah, maka anak akan jatuh bersamanya dan tidak akan pernah sampai pada puncak.”
Wallahu A’lam bi Ash-Shawwab…


* Mahasiswi Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin Tingkat II


Tuhan Kau Kucinta



Tuhan Kau Kucinta
Demi jantung yang menampung seluruh rindu Aku mengalir bagai waktu tak punya hulu Dalam nadi kecil kutemukan kuasa-Mu Dengan angin pagi kumerasa kasih cinta-Mu
Wahai Tuhan, kau cipta aku begitu sempurna Kau titip aku kepada bidadari haus surga Engkau terus mencipta alam dengan segala kaya Harmoni cinta kini memelukku tanpa jeda Engkau membiarkanku mengembara di sahara kerinduan Tanpa air aku terbaring , oase bak sebatas fatamorgana Seumpama pasir aku hanyalah kerdil yang terinjak Seumpama ranting aku hanya hitam tak hadirkan hijau
Aku memang hamba-Mu yang hina Bersyukur memang aku kadang berpura lupa Aku memang hamba-Mu yang sengsaraMelanggar titah-Mu kini sudah biasa Aku ingin mencintai-Mu sepenuhnyaMungkin seperti laut yang tak kenal tepinya Aku ingin merindu-Mu dengan sukma Mengagungkan-Mu dipandu denyut nadi Maafkan aku Tuhan, aku masih ingin memeluk surga .


Ibu..
Senyum indah yang terbayang ketika kusebut namamu
Senyum yang kau selalu tunjukkan kepada kami dibalik letih dan dukamu
Ibu ..
Jika aku bisa menjadi angin yang dapat menyejukanmu, aku akan melakukannya.
Jika aku bisa menjadi matahari yang dapat membuatmu bercahaya, aku akan melakukannya.
Dan jika aku bisa menjadi hujan yang dapat menyembunyikan tangismu, aku pun akan melakukannya.
Namun, entah mengapa aku selalu menyakiti hatimu.
Menoreh luka dengan kata-kata kasarku.
Maafkan aku ibu, aku ingin bersujud dan mencari surga ditelapak kakimu.
Kini aku pergi mencari duniaku, memahat cita-cita di bumi kinanah ini.
Ingatlah, saat aku terbang dengan sayap patah yang kau rajut .
Aku mencintaimu, disepanjang jalanku.

Rindu yang meradang
Diantara kerlip cahaya, akulah sang biola .
Dalam sedihmu, kualun melodi harmoni penuh cinta .
Tersenyumlah ayah, sempurnakan lukisan pelangi maha warna .
Kita memang terpisah sang biru yang membentang tanpa rasa iba, jarak dan waktu memaksaku mengukir kerinduan dalam-dalam .
Kala rindu ini hanyalah sebuah kesakitan yang meradang, kutumpahkan getir sesak ini diatas sajadah sepertiga malam .
Datanglah, aku menantikanmu dalam setiap lamunanku .
Datanglah, aku disini tetap berdiri ditepi dermaga kenangan kita .


Sajak Musim Dingin
Suatu malam aku hidup dalam ketakutan . 
Kawanan awan hitam penuh rasa curiga . 
Suara anjing ikut melonglong tanpa segan . 
Apakah ini drama atau memang fakta yang harus kuterima .
Aku terperangkap dalam gelap yang begitu pekat . 
Begitu silau, sinar menusuk tajam setiap garis mataku . 
Aku menyaksikan cahaya putih memancar berkilat-kilat . 
Itukah kamu malaikat yang kusebut dalam setiap sujudku .
Kau menghebohkan lamunanku, dunia pun tersipu malu . 
Bergegas ia pergi tanpa permisi bersama takut yang dulu kian mencumbu . 
Mungkin ia malu, atau mungkin ia cemburu .


Bagimu mungkin aku hanya ilalang yang mencoba menggapai langit takkan teraba
Tapi aku menjelmakanmu bagai dewa yang selalu kupuja bahkan dengan mata tak terbuka .
Pada secarik kertas merah muda, huruf-huruf berpegangan. Mereka penasaran, untuk sosok seindah apa mereka dibariskan
Sepertinya jemariku mulai kaku , menulis namamu pun aku tak lagi kuasa .
Tiada yang lebih teduh dari matamu, yang menjadi kemah tersejuk bagi luka-lukaku itu.
Kita seperti debur ombak yg saling berkejaran, dan tak tahu pasti di tepi pantai mana kita akan karam dlm angan-angan.
Ada bilur-bilur luka yang sengaja kuabadikan, agar aku tetap mengingat cinta itu ada, seusai airmata.
Inilah sepi; ketika detak jam menjadi suara yg menyayat senyap dan ketika malam serupa penjara paling basah dan lembap.
Sepasang mataku ialah malam yg sengaja tak kuberi cahaya, agar aku pun bisa mencintaimu dlm kegelapan yang paling buta.
Aku lupa siapa duka, kepada siapa ia menderai luka. Aku pun lupa siapa lara, kepada siapa nanar bicara.