Hj. Ratu Atut Chosiyah; Ratu
Kepemimpinan Perempuan
Oleh : Iwan Abdul Aziz*
Dia perempuan pertama yang menjabat
gubernur di Indonesia. Sejarah telah mencatat dan akan terus mencatat kiprah
Gubernur Provinsi Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE, sebagai ratu yang
menginspirasi perempuan Indonesia menjadi pemimpin dalam arti sesungguhnya,
tidak sekadar menjajarkan diri dengan kaum pria. Dia pemimpin (perempuan)
perkasa dari Banten.
Kata 'Ratu' yang mengawali nama
Gubernur Provinsi Banten, tampaknya tidak sekadar nama untuk disebutkan, tetapi
sekaligus juga menjadi predikat yang mencitrakan kapasitasnya sebagai kepala
pemerintahan di daerah hasil pemekaran Provinsi Jawa Barat. Perempuan kelahiran
16 Mei 1962 itu tidak hanya menjadi 'Ratu' di jalur penghubung perdagangan
Sumatera-Jawa, tetapi juga menjadi 'ratu' yang mempelopori kepemimpinan kaum
perempuan sebagai gubernur di Indonesia.
Bagaimana tidak, dari sedikit
perempuan Indonesia yang berhasil menduduki jabatan strategis dalam
pemerintahan Indonesia saat ini dan di masa lalu, Ratu Atut Chosiyah, SE,
menjadi satu-satunya perempuan di Indonesia yang pernah menduduki jabatan
gubernur. Sebuah prestasi yang pantas diapresiasikan. Dan yang tidak kalah
pentingnya, putri pendekar banten ini ditakdirkan menjadi seorang ratu
sekaligus ibu untuk membesarkan dan membina Provinsi Banten semenjak
kelahirannya.
Tidaklah berlebihan menyebutkan
bahwa nama atau predikat 'Ratu' sudah ditakdirkan untuk ia sandang. Kecocokan
antara nama dengan predikat, bertautan pula dengan penampilannya yang cantik,
anggun dan ramah. Keratuan perempuan yang bersuamikan Drs. H. Hikmat Tomet ini
selalu terlihat dimanapun ia berada. Ia selalu tidak lupa melemparkan senyum
manisnya kepada setiap orang yang ditemuinya, kapan dan dimanapun.
Layaknya seorang ratu, perempuan
dengan tinggi semampai itu selalu tampil segar. Tentu berkat upayanya dalam menjaga
kesehatan dan kebugaran, agar selalu tampil prima dan fresh saat menjalankan
tugas juga pelayanannya terhadap rakyat. Upaya tersebut merupakan buah
kesadaran bagi perempuan 3(tiga) anak ini akan kapasitasnya sebagai seorang
pamong yang harus melayani rakyat dari berbagai kalangan, kapanpun ia
dibutuhkan.
Memperhatikan perempuan
berpenampilan bak artis modeling seperti Ratu Atut Chosiyah, SE, sejurus akan
muncul pertanyaan, bagaimana ia memimpin ribuan staf yang bekerja di Gubernuran
Banten? Namun sejurus kemudian, pertanyaan itu akan segera terjawab sendiri
bahwa aktivis pelestarian seni bela diri khas Banten ini tidak berbeda dengan
pemimpin sekelasnya. Ia harus menerapkan disiplin kerja, mendorong terbangunnya
dedikasi dan loyalitas yang tinggi, serta memacu integritas setiap karyawan
yang bekerja di Pemerintahan Provinsi Banten.
Walaupun berwajah cantik dan
manis, wanita yang gemar berolahraga ini tetap tidak dapat menyembunyikan citra
kepamongannya yang berdedikasi dan berkarakter 'keras'. Di balik kulit wajahnya
yang putih dan lembut, perempuan yang gemar berorganisasi ini tetap saja menimbulkan
imej dan keberadaanya sebagai figur pemimpin yang berwibawa.
Kata-kata yang meluncur dari
bibirnya juga menunjukkan keberadaan perempuan kelahiran Ciomas-Serang, Banten
ini sebagai 'ratu' yang harus berbicara apa adanya, polos, dan tidak
dibuat-buat. Pola berbicara itu mengindikasikan bahwa perempuan berlatar
belakang pengusaha itu, selalu mengedepankan sikap yang jujur dan tidak pandai
'mengolah' kata-kata untuk mencari alasan atau pembenaran suatu hal atas suatu
kejadian tertentu.
Namun jangan lupa, dengan tatapan
matanya yang tajam pada setiap orang yang menjadi lawan bicaranya, menunjukkan
kewaspadaan yang tinggi dari perempuan politisi Partai Golkar ini. Ia akan
menyimak dan merespon kata demi kata yang diungkapkan lawan bicaranya dengan
lembut, namun kelembutan itu tidak akan dengan mudah mengubah prinsip-prinsip
yang terbangun dalam pemikirannya.
Perempuan Perkasa dari Banten
sejarah telah mencatat dan terus
mencatat kiprah Ratu Atut Chosiyah, SE, dalam memperjuangkan kepemimpinan
perempuan dalam politik kekuasaan, tidak sekadar menyejajarkan kaumnya dengan
kaum pria. Perempuan yang menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA 12
Bandung ini, mampu menginspirasi dan terus menginspirasi kaum perempuan
Indonesia di seluruh penjuru tanah air untuk berjuang mengembangkan diri dan
tampil menjadi sosok perempuan yang berprestasi untuk membangun keluarga
Indonesia, masyarakat, bangsa, dan negara tercinta.
Keberadaan Ratu Atut Chosiyah,
SE, baik sebagai Gubernur Provinsi Banten, seorang ibu dan perempuan Indonesia
banyak memberi pelajaran berharga, khususnya bagi kaum perempuan Indonesia. Tentu
hal ini tidak datang begitu saja dari langit, tetapi hasil dari sebuah
perjuangan keras dengan keringat bahkan air mata.
Satu hal yang terpenting dan
menjadi pelajaran berharga dari perjalanan hidup perempuan lulusan Akuntansi
Perbankan ini, adalah bahwa kaum perempuan di negeri Indonesia masih harus
terhalang dengan kodratnya jika ingin meraih jabatan publik strategis, seperti
kepala daerah. Itu dialami sendiri oleh perempuan lulusan Akademi Akuntansi
Perbankan ini, saat mengajukan pencalonan dirinya menjadi calon wakil gubernur
(Cawagub) Banten tahun 2001 lalu untuk mendapingi H. Djoko Munandar sebagai
calon gubernur (Cagub).
Pencalonan dirinya saat itu langsung
diwarnai dengan pro kontra, saat beberapa ulama menolak kepemimpinan perempuan
di Provinsi yang saat itu baru saja dimekarkan. Alasan penolakan itu didasarkan
pada kapasitas perempuan yang tidak boleh menjadi imam, sehingga tidak boleh
menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Tidak terukur betapa pedihnya
hati Anggota Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten ini mendapat
penolakan sebagian kecil masyarakat Banten saat itu. Ia sampai menitikkan air mata
di tengah-tengah perenungan atas kodradnya. Ia terus bertanya dalam hati,
apakah karena kodratnya sebagai seorang perempuan, harus menjadi alasan untuk
tidak boleh memimpin? Penolakan ini pun sempat membuat nyalinya ciut beberapa
saat.
“Tetapi, tidak semua ulama atau
pemimpin pesantren berpandangan demikian. Ada pemimpin pesantren yang sangat
tradisional, bahkan mesjidnya diharamkan menggunakan pengeras suara, justru
tidak menyetujui pandangan yang menolak kepemimpinan perempuan. Pemimpin
pesantren ini juga mengutip salah satu ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa
Islam tidak menolak kepemimpinan perempuan.” tutur angggota Angkatan Muda
Siliwangi Provinsi Banten ini.
Pandangan ulama yang terakhir ini bak oase di
tengah gurun bagi Ratu Atut Chosiyah, SE. Tulang-tulangnya yang sempat lemas
mendengar penolakan kepemimpinan perempuan, segera kokoh kembali. Nyalinya yang
sempat ciut segera berubah menjadi keberanian luar biasa untuk membuktikan
dirinya berada di jalan yang benar.
Ternyata waktu berpihak padanya.
Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadinda) Provinsi Banten ini berhasil
menjadi Wakil Gubernur Provinsi Banten pertama di bawah kepemimpinan Gubernur
H. Djoko Munandar, melalui sebuah proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang
berlangsung demokratis.
Disamping itu dengan tutur
sapanya yang lembut, namun tetap "perkasa" menyatakan kebenaran yang
ada dalam hatinya, akhirnya mampu melembutkan hati orang-orang yang sebelumnya
tidak setuju dengan kepemimpinan perempuan sebagai Wakil Gubernur Provinsi
Banten. "Derajat seseorang tidak ditentukan dari jenis kelamin laki-laki
atau perempuan, tetapi amal ibadahnya."
Perjuangan keras perempuan yang
menghabiskan masa kanak-kanaknya di Ciomas-Banten itu sesungguhnya sudah
dimulai sejak masa mudanya. Tentu, sebagian besar perempuan Indonesia berharap
Ratu Atut Chosiyah terus berkiprah mempelopori perjuangan emansipasi perempuan
di tanah air. Kelak, sejarah akan menyebutnya "Perempuan Perkasa dari
Banten".
Keperkasaan perempuan yang
bersuamikan Drs. H. Hikmat Tomet ini, sebenarnya tidak hanya terlihat dari
keberaniannya mencalonkan diri sebagai calon wakil Gubernur Banten tahun 2001
lalu. Mantan Anggota Gabungan Pengusaha Seluruh Indonesia (Gapensi) Kabupten
Serang itu juga terlihat perkasa dalam menggeluti profesi sebagai pengusaha
maupun dalam organisasi yang digelutinya.
Pelajaran lainnya yang bisa
dipetik dari mantan anggota Gabungan Pengusaha Seluruh Indonesia (Gapensi)
Kabupten Serang adalah keberaniannya yang luar biasa. Dapat dibayangkan,
perempuan yang menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1974 ini sebenarnya
tidak memiliki banyak pengalaman dengan birokrasi saat itu, bahkan tak satu pun
diantara anggota keluarganya yang menjadi pegawai negeri. Akan tetapi dengan
gagah perkasa, ia tetap maju sebagai calon Wakil Gubernur Banten.
Disamping itu, perempuan yang
menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1977 pasti mengetahui
bahwa tidak akan mudah memimpin Provinsi Banten yang baru saja dimekarkan dari
Provinsi Jawa Barat saat itu. Tetapi, Dewan Penasehat Asosiasi Kontraktor Air
Indonesia (AKAIDO) Provinsi Banten percaya, dengan pengalaman entrepreneurnya
yang sudah puluhan tahun dan pengalaman berorganisasi yang ditekuninya selama
ini, ia berharap akan tetap mampu menjalankan tugasnya sebagai Wakil Gubernur
di Provinsi Banten.
Keperkasaan 'Ratu' yang
menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Gumulung, sesungguhnya telah
terlihat sejak masih menjadi pengusaha. Ia dikenal sebagai seorang entrepreneur
yang ulet dan berpendirian teguh. Sebagai seorang kontraktor, kinerja perempuan
yang hijrah ke Bandung untuk menyelesaikan pendidikan menengah dan atasnya pada
tahun 1975, melebihi kontraktor laki-laki. Jika ada tawaran pekerjaan, baik
milik pemerintah maupun swasta, perempuan yang menyelesaikan pendidikan menengahnya
dari SMP Negeri 11 Bandung pada tahun 1977 tersebut, selalu berusaha dengan
kerasnya untuk mendapatkan pekerjaan itu.
Lalu, bagaimana pemimpin
perempuan yang menerima penghargaan Anugerah Citra Kartini 2003 ini memulai
tugas-tugas birokrasinya, diantara minimnya pengalaman di bidang birokrasi?
"Saya betul-betul belajar hingga satu tahun untuk mengetahui seluk beluk
birokrasi. Saya harus membaca buku-buku tentang organisasi pemerintahan dan
birokrasi.
“Alhamdulillah, saya akhirnya
benar-benar mengerti apa itu birokrasi dan apa yang harus saya lakukan dengan posisi saya,"
tegas Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) Banten. Oleh karena itu, perempuan
yang akrab dipanggil "Ibu Ratu" tidak pernah menunjukkan mimik wajah
yang kelelahan dalam melayani rakyatnya, walaupun sesungguhnya ia sangat
kecapaian karena disibukkan oleh pekerjaan. Kiranya sangat dapat dipahami bila
waktu istirahat menjadi barang yang sangat 'mewah' bagi perempuan berputra dua,
Andika Hazrumi dan Ananda Trianh Salichan serta berputri satu,
Andiara Aprillia.
Maklum, kesibukannya menjadi
sangat tinggi sejak ditinggal pergi oleh gubernur, yang sebelumnya mengomandoi
pemerintahan Provinsi Banten. Kini, aktivis pelestarian seni budaya Banten itu harus
mengerjakan sendiri menejemen pemerintahan Provinsi Banten di tengah-tengah
penyelenggaraan pembangunan yang berdenyut semakin kencang.
Dari Pengusaha Menjadi Pamong
Seusai menyelesaikan pendidikan
tingginya, Ratu Atut Chosiyah, SE, mendirikan sebuah perusahaan miliknya
sendiri. Ia berharap dapat mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang entrepreneur
yang tergolong sukses di Provinsi Banten. Dengan tangan lembutnya, Ratu Atut
Chosiyah berhasil menakhodai perusahaannya hingga menjadi sebuah perusahaan
berkelas dan cukup dikenal di Provinsi Banten. Keberhasilan dalam membangun
perusahaannya dari titik nol, tidak terlepas dari tangan dinginnya dan kerja
keras serta dedikasinya yang tinggi untuk menjadi seorang pengusaha yang
sukses. (TIC/dari berbagai sumber). Dari PesonaGetar.
* Sesepuh KMB
Hehehe.... quo vadis sang ratu?
ReplyDeleteCool and that i have a swell supply: What Home Renovation Shows Are On Netflix small house remodel
ReplyDelete