Sunday, March 10, 2013

Hj. Ratu Atut Chosiyah; Ratu Kepemimpinan Perempuan



Hj. Ratu Atut Chosiyah; Ratu Kepemimpinan Perempuan
Oleh : Iwan Abdul Aziz*


Dia perempuan pertama yang menjabat gubernur di Indonesia. Sejarah telah mencatat dan akan terus mencatat kiprah Gubernur Provinsi Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE, sebagai ratu yang menginspirasi perempuan Indonesia menjadi pemimpin dalam arti sesungguhnya, tidak sekadar menjajarkan diri dengan kaum pria. Dia pemimpin (perempuan) perkasa dari Banten.
Kata 'Ratu' yang mengawali nama Gubernur Provinsi Banten, tampaknya tidak sekadar nama untuk disebutkan, tetapi sekaligus juga menjadi predikat yang mencitrakan kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan di daerah hasil pemekaran Provinsi Jawa Barat. Perempuan kelahiran 16 Mei 1962 itu tidak hanya menjadi 'Ratu' di jalur penghubung perdagangan Sumatera-Jawa, tetapi juga menjadi 'ratu' yang mempelopori kepemimpinan kaum perempuan sebagai gubernur di Indonesia.
Bagaimana tidak, dari sedikit perempuan Indonesia yang berhasil menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan Indonesia saat ini dan di masa lalu, Ratu Atut Chosiyah, SE, menjadi satu-satunya perempuan di Indonesia yang pernah menduduki jabatan gubernur. Sebuah prestasi yang pantas diapresiasikan. Dan yang tidak kalah pentingnya, putri pendekar banten ini ditakdirkan menjadi seorang ratu sekaligus ibu untuk membesarkan dan membina Provinsi Banten semenjak kelahirannya.
Tidaklah berlebihan menyebutkan bahwa nama atau predikat 'Ratu' sudah ditakdirkan untuk ia sandang. Kecocokan antara nama dengan predikat, bertautan pula dengan penampilannya yang cantik, anggun dan ramah. Keratuan perempuan yang bersuamikan Drs. H. Hikmat Tomet ini selalu terlihat dimanapun ia berada. Ia selalu tidak lupa melemparkan senyum manisnya kepada setiap orang yang ditemuinya, kapan dan dimanapun.
Layaknya seorang ratu, perempuan dengan tinggi semampai itu selalu tampil segar. Tentu berkat upayanya dalam menjaga kesehatan dan kebugaran, agar selalu tampil prima dan fresh saat menjalankan tugas juga pelayanannya terhadap rakyat. Upaya tersebut merupakan buah kesadaran bagi perempuan 3(tiga) anak ini akan kapasitasnya sebagai seorang pamong yang harus melayani rakyat dari berbagai kalangan, kapanpun ia dibutuhkan.
Memperhatikan perempuan berpenampilan bak artis modeling seperti Ratu Atut Chosiyah, SE, sejurus akan muncul pertanyaan, bagaimana ia memimpin ribuan staf yang bekerja di Gubernuran Banten? Namun sejurus kemudian, pertanyaan itu akan segera terjawab sendiri bahwa aktivis pelestarian seni bela diri khas Banten ini tidak berbeda dengan pemimpin sekelasnya. Ia harus menerapkan disiplin kerja, mendorong terbangunnya dedikasi dan loyalitas yang tinggi, serta memacu integritas setiap karyawan yang bekerja di Pemerintahan Provinsi Banten.
Walaupun berwajah cantik dan manis, wanita yang gemar berolahraga ini tetap tidak dapat menyembunyikan citra kepamongannya yang berdedikasi dan berkarakter 'keras'. Di balik kulit wajahnya yang putih dan lembut, perempuan yang gemar berorganisasi ini tetap saja menimbulkan imej dan keberadaanya sebagai figur pemimpin yang berwibawa.
Kata-kata yang meluncur dari bibirnya juga menunjukkan keberadaan perempuan kelahiran Ciomas-Serang, Banten ini sebagai 'ratu' yang harus berbicara apa adanya, polos, dan tidak dibuat-buat. Pola berbicara itu mengindikasikan bahwa perempuan berlatar belakang pengusaha itu, selalu mengedepankan sikap yang jujur dan tidak pandai 'mengolah' kata-kata untuk mencari alasan atau pembenaran suatu hal atas suatu kejadian tertentu.
Namun jangan lupa, dengan tatapan matanya yang tajam pada setiap orang yang menjadi lawan bicaranya, menunjukkan kewaspadaan yang tinggi dari perempuan politisi Partai Golkar ini. Ia akan menyimak dan merespon kata demi kata yang diungkapkan lawan bicaranya dengan lembut, namun kelembutan itu tidak akan dengan mudah mengubah prinsip-prinsip yang terbangun dalam pemikirannya.
Perempuan Perkasa dari Banten
sejarah telah mencatat dan terus mencatat kiprah Ratu Atut Chosiyah, SE, dalam memperjuangkan kepemimpinan perempuan dalam politik kekuasaan, tidak sekadar menyejajarkan kaumnya dengan kaum pria. Perempuan yang menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA 12 Bandung ini, mampu menginspirasi dan terus menginspirasi kaum perempuan Indonesia di seluruh penjuru tanah air untuk berjuang mengembangkan diri dan tampil menjadi sosok perempuan yang berprestasi untuk membangun keluarga Indonesia, masyarakat, bangsa, dan negara tercinta.
Keberadaan Ratu Atut Chosiyah, SE, baik sebagai Gubernur Provinsi Banten, seorang ibu dan perempuan Indonesia banyak memberi pelajaran berharga, khususnya bagi kaum perempuan Indonesia. Tentu hal ini tidak datang begitu saja dari langit, tetapi hasil dari sebuah perjuangan keras dengan keringat bahkan air mata.
Satu hal yang terpenting dan menjadi pelajaran berharga dari perjalanan hidup perempuan lulusan Akuntansi Perbankan ini, adalah bahwa kaum perempuan di negeri Indonesia masih harus terhalang dengan kodratnya jika ingin meraih jabatan publik strategis, seperti kepala daerah. Itu dialami sendiri oleh perempuan lulusan Akademi Akuntansi Perbankan ini, saat mengajukan pencalonan dirinya menjadi calon wakil gubernur (Cawagub) Banten tahun 2001 lalu untuk mendapingi H. Djoko Munandar sebagai calon gubernur (Cagub).
Pencalonan dirinya saat itu langsung diwarnai dengan pro kontra, saat beberapa ulama menolak kepemimpinan perempuan di Provinsi yang saat itu baru saja dimekarkan. Alasan penolakan itu didasarkan pada kapasitas perempuan yang tidak boleh menjadi imam, sehingga tidak boleh menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Tidak terukur betapa pedihnya hati Anggota Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten ini mendapat penolakan sebagian kecil masyarakat Banten saat itu. Ia sampai menitikkan air mata di tengah-tengah perenungan atas kodradnya. Ia terus bertanya dalam hati, apakah karena kodratnya sebagai seorang perempuan, harus menjadi alasan untuk tidak boleh memimpin? Penolakan ini pun sempat membuat nyalinya ciut beberapa saat.
“Tetapi, tidak semua ulama atau pemimpin pesantren berpandangan demikian. Ada pemimpin pesantren yang sangat tradisional, bahkan mesjidnya diharamkan menggunakan pengeras suara, justru tidak menyetujui pandangan yang menolak kepemimpinan perempuan. Pemimpin pesantren ini juga mengutip salah satu ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Islam tidak menolak kepemimpinan perempuan.” tutur angggota Angkatan Muda Siliwangi Provinsi Banten ini.
 Pandangan ulama yang terakhir ini bak oase di tengah gurun bagi Ratu Atut Chosiyah, SE. Tulang-tulangnya yang sempat lemas mendengar penolakan kepemimpinan perempuan, segera kokoh kembali. Nyalinya yang sempat ciut segera berubah menjadi keberanian luar biasa untuk membuktikan dirinya berada di jalan yang benar.
Ternyata waktu berpihak padanya. Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadinda) Provinsi Banten ini berhasil menjadi Wakil Gubernur Provinsi Banten pertama di bawah kepemimpinan Gubernur H. Djoko Munandar, melalui sebuah proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung demokratis.
Disamping itu dengan tutur sapanya yang lembut, namun tetap "perkasa" menyatakan kebenaran yang ada dalam hatinya, akhirnya mampu melembutkan hati orang-orang yang sebelumnya tidak setuju dengan kepemimpinan perempuan sebagai Wakil Gubernur Provinsi Banten. "Derajat seseorang tidak ditentukan dari jenis kelamin laki-laki atau perempuan, tetapi amal ibadahnya."
Perjuangan keras perempuan yang menghabiskan masa kanak-kanaknya di Ciomas-Banten itu sesungguhnya sudah dimulai sejak masa mudanya. Tentu, sebagian besar perempuan Indonesia berharap Ratu Atut Chosiyah terus berkiprah mempelopori perjuangan emansipasi perempuan di tanah air. Kelak, sejarah akan menyebutnya "Perempuan Perkasa dari Banten".
Keperkasaan perempuan yang bersuamikan Drs. H. Hikmat Tomet ini, sebenarnya tidak hanya terlihat dari keberaniannya mencalonkan diri sebagai calon wakil Gubernur Banten tahun 2001 lalu. Mantan Anggota Gabungan Pengusaha Seluruh Indonesia (Gapensi) Kabupten Serang itu juga terlihat perkasa dalam menggeluti profesi sebagai pengusaha maupun dalam organisasi yang digelutinya.
Pelajaran lainnya yang bisa dipetik dari mantan anggota Gabungan Pengusaha Seluruh Indonesia (Gapensi) Kabupten Serang adalah keberaniannya yang luar biasa. Dapat dibayangkan, perempuan yang menyelesaikan pendidikan dasarnya pada tahun 1974 ini sebenarnya tidak memiliki banyak pengalaman dengan birokrasi saat itu, bahkan tak satu pun diantara anggota keluarganya yang menjadi pegawai negeri. Akan tetapi dengan gagah perkasa, ia tetap maju sebagai calon Wakil Gubernur Banten.
Disamping itu, perempuan yang menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1977 pasti mengetahui bahwa tidak akan mudah memimpin Provinsi Banten yang baru saja dimekarkan dari Provinsi Jawa Barat saat itu. Tetapi, Dewan Penasehat Asosiasi Kontraktor Air Indonesia (AKAIDO) Provinsi Banten percaya, dengan pengalaman entrepreneurnya yang sudah puluhan tahun dan pengalaman berorganisasi yang ditekuninya selama ini, ia berharap akan tetap mampu menjalankan tugasnya sebagai Wakil Gubernur di Provinsi Banten.
Keperkasaan 'Ratu' yang menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri Gumulung, sesungguhnya telah terlihat sejak masih menjadi pengusaha. Ia dikenal sebagai seorang entrepreneur yang ulet dan berpendirian teguh. Sebagai seorang kontraktor, kinerja perempuan yang hijrah ke Bandung untuk menyelesaikan pendidikan menengah dan atasnya pada tahun 1975, melebihi kontraktor laki-laki. Jika ada tawaran pekerjaan, baik milik pemerintah maupun swasta, perempuan yang menyelesaikan pendidikan menengahnya dari SMP Negeri 11 Bandung pada tahun 1977 tersebut, selalu berusaha dengan kerasnya untuk mendapatkan pekerjaan itu.
Lalu, bagaimana pemimpin perempuan yang menerima penghargaan Anugerah Citra Kartini 2003 ini memulai tugas-tugas birokrasinya, diantara minimnya pengalaman di bidang birokrasi? "Saya betul-betul belajar hingga satu tahun untuk mengetahui seluk beluk birokrasi. Saya harus membaca buku-buku tentang organisasi pemerintahan dan birokrasi.
“Alhamdulillah, saya akhirnya benar-benar mengerti apa itu birokrasi dan apa yang harus saya lakukan dengan posisi saya," tegas Ketua Badan Narkotika Provinsi (BNP) Banten. Oleh karena itu, perempuan yang akrab dipanggil "Ibu Ratu" tidak pernah menunjukkan mimik wajah yang kelelahan dalam melayani rakyatnya, walaupun sesungguhnya ia sangat kecapaian karena disibukkan oleh pekerjaan. Kiranya sangat dapat dipahami bila waktu istirahat menjadi barang yang sangat 'mewah' bagi perempuan berputra dua, Andika Hazrumi dan Ananda Trianh Salichan serta berputri satu, Andiara Aprillia.
Maklum, kesibukannya menjadi sangat tinggi sejak ditinggal pergi oleh gubernur, yang sebelumnya mengomandoi pemerintahan Provinsi Banten. Kini, aktivis pelestarian seni budaya Banten itu harus mengerjakan sendiri menejemen pemerintahan Provinsi Banten di tengah-tengah penyelenggaraan pembangunan yang berdenyut semakin kencang.
Dari Pengusaha Menjadi Pamong
Seusai menyelesaikan pendidikan tingginya, Ratu Atut Chosiyah, SE, mendirikan sebuah perusahaan miliknya sendiri. Ia berharap dapat mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang entrepreneur yang tergolong sukses di Provinsi Banten. Dengan tangan lembutnya, Ratu Atut Chosiyah berhasil menakhodai perusahaannya hingga menjadi sebuah perusahaan berkelas dan cukup dikenal di Provinsi Banten. Keberhasilan dalam membangun perusahaannya dari titik nol, tidak terlepas dari tangan dinginnya dan kerja keras serta dedikasinya yang tinggi untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses. (TIC/dari berbagai sumber). Dari PesonaGetar.

* Sesepuh KMB

2 comments:

  1. Hehehe.... quo vadis sang ratu?

    ReplyDelete
  2. Cool and that i have a swell supply: What Home Renovation Shows Are On Netflix small house remodel

    ReplyDelete