Kontribusi Wanita Cerdas dalam Mencetak Generasi
Berkualitas
Oleh : Lailatul Qudsiah*
Menjadi
seorang wanita merupakan sebuah anugerah luar biasa yang telah Allah SWT
tetapkan untuk kita. Betapa banyak kemuliaan dan keutamaan yang terpaparkan
dalam Al-Qur’an juga Hadits. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah Hadis
sahih, di antara keutamaan wanita adalah do’a wanita lebih maqbul daripada laki-laki, disebabkan lebih besar dan kuatnya kasih
sayang wanita daripada laki-laki. Ketika Rasul ditanya akan hal tersebut Beliau
menjawab: “Ibu lebih penyayang dibanding bapak, dan do’a seorang penyayang
tidak akan sia-sia.”
Wanita
dengan fitrahnya terlahir cantik, dan pula mencintai yang cantik lagi indah.
Namun, cantik saja tidak cukup. Betapa pun tingginya nilai kecantikan seorang
wanita akan terasa hambar jika tidak dibarengi dengan nilai sebuah kecerdasan.
Kecerdasan tak selalu dilihat dari
kuatnya daya ingat yang dimiliki atau jejeran nilai fantastis dari catatan
akademis. Tapi lebih pada kesadaran
seorang wanita itu sendiri untuk menampilkan dirinya sebagai sosok mulia
dengan segenap nalurinya yang memang indah dan pantas untuk dihormati.
Selain
cerdas wanita juga harus pintar. Kenapa saya memisahkan kedua kata tersebut,
'cerdas dan pintar’? Bukankah sama saja?
Allah
SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan Allah-lah Sang
Perencana terbaik bagi makhluk-Nya, temasuk perancangan sisi intelektualitas
manusia. Cerdas adalah alat sementara pintar adalah hasilnya. Alat ada untuk
memudahkan suatu pekerjaan, dan harus digunakan sesuai dengan petunjuk
penggunaan alat tersebut. Jika tidak, maka alat akan cepat rusak bahkan akan
menghasilkan suatu yang salah. Buku petunjuk untuk menggunakan alat
(kecerdasan) yakni iman (islam) yang di dalamnya terdapat Al-Qur’an dan Hadits
sebagai pedoman hidup. Jika tidak bisa menggunakan alat dengan baik maka akan
memperoleh hasil yang salah. Maka pintar saja belum cukup, harus bisa cerdas
pula menempatkan diri, cerdas menyikapi kondisi dan menghadapi segala
permasalahan, dan tahu cara menggunakan kecerdasan sesuai dengan petunjuk
panduan penggunaan alatnya.
Bersyukurlah
kita karena terlahir dan hidup dalam bingkai Islam. Sebagaimana kita ketahui,
bahwa Islam sangat menjunjung tinggi derajat seorang wanita. Sebagai seorang istri, seorang ibu bagi anak-anaknya,
serta sebagai pendidik generasi.
Setiap
wanita dengan ketentuan Allah SWT akan menjadi seorang ibu. Selama ini yang
terjadi adalah kecerdasan wanita lebih diarahkan pada eksistensi diri ke arah
lapangan kerja. Padahal wanita sebagai calon ibu rumah tangga perlu mendapat
pendidikan khusus mengenai tata cara mendidik anak. Dimana seorang ibu adalah
madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Tingginya
kebutuhan hidup mungkin merupakan satu alasan yang membuat seorang ibu harus
membantu sang ayah mencari nafkah. Keadaan ini seringkali membuat ibu lalai
dalam menjalankan tugas utamanya sebagai ummu
wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Banyak waktu yang
dihabiskan seorang ibu di luar rumah, dan tanpa sadar hal ini secara tidak
langsung sedikit banyak telah memangkas waktu untuk mendidik dan membimbing
anak.
Dengan
banyaknya ibu yang berkiprah di luar rumah utuk berkarir atau mencari nafkah,
seringkali memberikan peluang lebih besar untuk terjadinya disharmonisasi dalam
keluarga. Komunikasi antara ibu dan anak terhambat, bahkan tak jarang anak
menjadi terabaikan. Karena merasa terabaikan, sang anak bisa saja mencari
kesenangan di luar yang, na’uzubillah,
mendekatkan mereka pada kerusakan moral dan sebagainya.
Oleh
sebab itu, seorang wanita yang telah menjadi ibu dituntut agar memiliki
kepribadian yang tangguh dan juga memiliki ideologis, yakni kepribadian Islam (Syahshiah Islam) yang berguna untuk
mendidik anak agar menjadi generasi yang juga berkepribadian Islam. Berkepribadian
islam berarti memiliki pola pikir (aqliyah)
dan pola sikap (nafsiyah) secara
islami, yang, berlandaskan akidah islam. Dan kepribadian Islam didapat dengan Tafaqquh Fi Ad-Din. Maka, Tafaqquh Fi Ad-Din menjadi wajib ‘ain hukumnya bagi setiap individu seorang
muslim, termasuk para wanita atau para ibu.
Mungkin
kita sering mendengar perkataan bahwa wanita adalah tiang Negara. Kalimat
tersebut tidaklah berlebihan untuk menggambarkan peranan seorang wanita atau
ibu. Karena sesungguhkan madrasah pertama bagi anak bukanlah PG ataupun PAUD.
Sadar tidak sadar, dari rumahlah pertama kali anak belajar, dan ibulah guru
pertama bagi sang anak. Ibu mempunyai pengaruh besar dalam membentuk
kepribadian anak. Ibu cerdas melahirkan generasi cerdas. Dan sekali lagi, cerdas
disini bukan berarti cerdas dalam akademik saja, tapi juga cerdas dalam
menyikapi segala kondsi dan permasalahan.
Seorang
wanita atau ibu yang cerdas juga akan menyadari bahwa anak adalah amanah, dan
mendidik anak adalah sebuah kewajiban bukan pilihan. Rasulullah bersabda,
“Didiklah anakmu, dan baguskanlah akhlaknya dengan mengajarkan kepada mereka
olah jiwa dan memperbaiki akhlak.” (HR. Ad-Dailami)
Sebagaimana
telah ditetapkan dalam syari’at islam, bahwa kedudukan utama seorang wanita
adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ibulah yang dapat membentuk
pribadi-pribadi tangguh dalam diri anaknya. Ia mampu membentuk dan mengarahkan
anak-anaknya untuk menjadi mu’min salih dan jundi
yang tangguh. Sehingga bisa jadi sang anak akan mempunyai mental seorang pemimpin
yang salih dan cerdas, serta menjadi generasi berkualitas.
Namun,
tentunya diperlukan usaha yang ekstra keras dan kesabaran luar biasa untuk
mewujudkan hal itu. Untuk mewujudkan generasi berkualitas diperoleh dari proses
pendidikan dan pembinaan. Kedua hal tersebut merupakan proses panjang dan
berkesinambungan. Dimana pendidikan tak hanya didapatkan anak sejak ia masuk
sekolah, tapi juga sejak dalam kandungan, lalu sejak ia terlahir kedunia,
hingga akhirnya kembali pada Allah SWT.
“Ibu
adalah dahan pijakan anak untuk meraih pucuk kehidupannya, bila dahan itu
patah, maka anak akan jatuh bersamanya dan tidak akan pernah sampai pada
puncak.”
Wallahu A’lam bi Ash-Shawwab…
* Mahasiswi Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin Tingkat II
0 comments:
Post a Comment