Abdurrahman
Ad-Dakhil, Santri Intelek Yang Humoris
Oleh
: Adhitya Andika *
Presiden
yang satu ini memang senang sekali berhumor, karakternya memang suka sekali
becanda, dan memiliki selera humor yang tinggi yang bertumpu pada gagasan dan
kata-kata, tapi dibalik semua humor yang diceritakan oleh GusDur ini ternyata
mengandung makna yang mendalam, salah satu contohnya adalah humor yang disampaikan oleh GusDur yang bertema
orang Madura, sebagai cara GusDur membela masyarakat yang selama itu sering
didiskriminasi, karena dianggap sebagai masyarakat terbelakang, yang dipresentasikan oleh orang madura.
Dengan judul cerita MenegRistek ( riset dan teknologi ) dikalahin orang
madura.
Singkat
cerita pak menteri yang megurusi iptek
ini berpidato didepan santri suatu pondok pesantren di daerah Madura. Ia
berpidato bahwasanya di negara Indonesia ini sudah ciptakan pesawat terbang
bahkan sebentar lagi akan diciptakannya pesawat yang bisa mendarat kebulan, sesaat setelah itu pak menteri heran karena
tidak adanya respon audien, hanya terdiam dan akhirnya salah satu santri
berdiri dan berbicara ‘kalo saya tidak bangga pak, kan sudah ada pak yang kaya begitu,
saya akan bangga kalau bapak bisa menciptakan pesawat yang bisa mendarat ke
matahari pak….’ bapak menteri pun menjawab dengan menjelaskan soal kesulitan menciptakan pesawat yang
seperti itu dengan disertai paparan
ilmiah ilmu fisika yang menggebu-gebu dan semangat. ‘Kalau cuma begitu saja mudah Pak...'
Belum selesai Pak menteri bicara, si santri Madura menyela. 'Loh, mudah
gimana?' Pak Menteri lagi-lagi kaget. 'Kalau takut pesawatnya meleleh karena
panas, berangkatnya habis Magrib saja. Kan sudah dingin, iya kan..?
GusDur
menjelaskan bahwasanya ”Pak Menteri itu maksudnya baik, ingin membuat rakyat
bangga dengan kemampuan sendiri, cuma dia gak paham sosiologi dan antropologi
orang-orang di bawah, apalagi orang Madura seperti di pesantren Bangkalan tadi.
Sehebat apapun iptek kita, kalau gak dipahami, tidak ada gunanya buat rakyat,
dan si elite cuma mau karepnya sendiri... manfaatnya ya kurang..."
Dalam
hal ini GusDur yang memperoleh penghargaan dari Universitas Temple yang namanya
diabadikan dalam kelompok study Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study
ini memakai thariqoh para kyai di dunia pesantren, yaitu berdakwah menggunakan
humor. Seperti halnya KH. Mustafa Bisri (Gus Mus), juga kyai-kyai di Cirebon
dan Jatim, yang selalu menyisipkan humor dalam dakwahnya.
Presiden
yang dijuluki sebagai Bapak pluralisme Indonesia ini lahir di Jombang, Jawa
timur 7 September 1940 dan wafat di Jakarta 30 Desember 2009 pada saat umurnya 69
tahun. Nama aslinya adalah Abdurrahman Ad-Dakhil, kata Ad-Dakhil diambil dari
seorang penakluk perintis bani Umayyah yang menaruh tonggak kejayaan islam di
tanah Spanyol, bapaknya KH.Wahid Hasyim mengambil nama itu agar anaknya bisa menjadi
seperti tokoh yang ia maksud itu. Akan tetapi belakangan nama Ad-Dakhil kurang
begitu masyhur di kalangan masyarakat, dan akhirnya nama Ad-Dakhil diganti
dengan nama Wahid, Abdurrahman Wahid, dan sekarang lebih dikenal lagi dengan
nama GusDur.
Ialah santri intelek yang memiliki pribadi cerdas, cerdik, egaliter dan
bersahaja, prestasinya tidak hanya tingkat nasional akan tetapi internasional.
Berikut
prestasi internasionalnya :
1.
Islamic
Missionary Award dari pemerintah Mesir
2.
Magsaysay Award
manila, philipina
3.
Ambassador of
Peace Internasional and Inter Religion federation Award Peace Amerika serikat
4.
Public Service
Award University Colombia Amerika Serikat
5.
The Culture of
Peace in English award italia
6.
Global
Tolerence Award friend of United Nations Amerika Serikat
7.
Doctor honorary
Causa University Jawaharlal Nehru India
8.
Doctor honorary
Causa dari Asian Institute of technology
Thailand
9.
Doctor honorary
Causa bidang hukum dari konkuk University Seoul Korea Selatan
10. Doctor honorary Causa bidang perdamaian dari Sekka University
Jepang
11. Doctor honorary Causa bidang ilmu hukum dan politik, ekonomi dan
manajemen Universitas Paris 1 ( Phantheeon – Sorbonne )
12. Presiden Award Headguatera
on Non Violence Peaca Movement, Korea Selatan
13. World Peace Press Award, Korea Selatan
14. Dal to Peal Award Malaysia
15. Kepemimpin Global ( The Global Leathership Award ) Colombia
University
16. Penghargaan dari Simon Wiethental Center Amerika Serikat
17. Pengharagaan dari Medals Valor Amerika Serikat
18. Penghargaaan dan Penghormataan dari Temple University
Philadalhpia Amerika Serikat.
19. Doctor honorary Causa bidang Filsafat Hukum dari Universitas
Thammasat, Bangkok, Thailand
20. Doctor honorary Causa dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok,
Thailand
21. Doctor honorary Causa dari Universitas Twente, Belanda
Gusdur
yang mendapatkan penghargaan Mebal Valor dari Los Angeles karena ia
salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM ini adalah seorang tokoh
islam yang aktif dalam berorganisasi, dari aktifitas-aktifitas internasionalnya
dalam berorganisasi sebagai berikut :
1.
Penasehat
Intenasional Dialogue Project School Areal Study and House, Belanda
2.
Presiden World
Confrense on Religions and Peace Amerika Serikat
3.
Presiden Asosiations
of business community leathers Amerika Serikat
4.
Anggota dewan
penasehat internasional dan Inter Religious federation world Amerika Serikat
5.
Presiden
kehormatan Internasional Islamic Presiden Organisasion for Reconcilition and Recontruction
Inggris
6.
Presiden non
violence Peace Movement Korea Selatan
Cucu dari dua ulama NU sekaligus tokoh Indonesia ( KH. Hasyim
Asyari dan KH bisyri syamsuri ) ini adalah seorang murid dari kakeknya yang
sudah lancar membaca Al-Quran pada umur 5 tahun, ia diajari buku non muslim di
Jakarta untuk memperluas pengetahuannya saat bapaknya KH. Wahid Hasyim menjadi
menteri agama pertama di Indonesia, prestasi menulisnya tidak diragukan lagi,
bahkan ketika ia menginjak sekolah dasar ia menang dalam perlombaan menulis
se-Jakarta. dia juga mempunyai cita-cita ingin menjadi pendidik dan penulis,
bukan menjadi politikus
Tahun 1959 Gusdur, bintang republik indonesia adipurna yang dinilai
memiliki semangat, visi dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi,
persamaan hak, semangat keberagaman dan demokrasi di Indonesia sehingga
memperoleh Tasrif Award-AJI (aliansi jurnalis Independen )ini belajar di pondok
pesantren Tambak Beras Jombang, Jawa Timur. Dan sambil belajar ia merintis
karirnya yang pertama sebagai guru. Di umurnya yang 22 tahun, Gusdur
melanjutkan studinya di universitas Al-Azhar, Mesir. Dan ternyata di Al-Azhar
sang guru bangsa ini tidak langsung masuk dunia perkuliahan, dia masuk kelas
ekstensi terlebih dahulu ( kelas persiapan ) atau bisa disebut ma’had. Untuk
menghilangkan kebosanannya karena kekecewaannya yang tidak langsung masuk
perkuliahan, justru belajar ilmu-ilmu dasar agama islam yang sudah difahami
Gusdur saat itu, Gusdur menjadikan hari-harinya untuk membaca buku di
perpustakaan – perpustakaan Mesir dan mengunjungi pusat pelayanan Amerika, dan
ternyata sambil belajar diapun bekerja di KBRI.
Karena ketidak cocokannya dengan sistem belajar di mesir pada saat
itu ditambah dengan meletusnya gerakan 30 september dengan Soekarno sebagai presidennya, mayor
jendral Soeharto pada 30 september 1965
memberikan perintah kepada kedutaan republik Indonesia di Mesir untuk melakukan
investigasi terhadap para pelajar
Indonesia yang belajar di Universitas –Universitas yang berada di Mesir
sekaligus memberikan laporan kedudukan politik mahasiswa. Karena kepintarannya
dalam menulis, sang pelopor sekaligus orang pertama yang menciptakan syiir
tanpo waton ini mendapatkan perintah tersebut, perintah untuk menulis laporan
kedudukan politik mahasiswa Indonesia di Mesir, akan tetapi Gusdur merasa sangat
terganggu dengan perintah ini dalam proses belajarnya di Mesir.
2 tahun setengah kurang lebih, seorang presiden Tanfidziah
Nahdlotul Ulama yang disepakati pada saat musyawaroh nasional ini menuntut ilmu
di Mesir. Dikarenakan alasan diatas dan dengan didapatkannya beasiswa dari
Universitas Baghdad, pada tahun 1966 Ia pindah ke Irak, dan belajar agama islam
disana selama 4 tahun. Di samping proses belajarnya di Irak, ia sering
mendatangi perpustakaan Sheikh Abdul Qadir Al-Jailani untuk menambah
wawasannya. Dan ternyata setelah 4 tahun menyelasaikan studinya di Baghdad ia
tidak langsung pulang ke Tanah Air, akan tetapi dia meneruskan studinya ke beberapa negara di
Eropa. Dan pada tanggal 1971 dia baru pulang ke Indonesia dengan membawa bekal
ilmu dan pengalaman.
Cita-cita seorang GusDur yang memiliki pendirian yang sangat kokoh ini
ialah sebagai pendidik dan penulis, ia mahir sekali dalam menulis, cita-citanya
tercapai, Gusdur aktif dalam menulis di majalah Tempo dan koran Kompas,
artikel-artikelnya diterima dengan baik, tulisannya diterima di media-media,
dan akhirnya Gusdur mengembangkan reputasinya sebagai komentator sosial, dan
mengisi seminar dan kuliah. Akan tetapi sebagai keturunan dari pra Wahid,
Gusdur diminta untuk memainkan peran aktif di Nahdlotul Ulama. Dan perintah ini
bertolak belakang dari mimpinya sebagai penulis, diapun menolak perintah
tersebut sampai akhirnya perintah datang dari kakeknya, dan akhirnya Gusdur
menerimanya. Dan di sinilah awal mulanya GusDur memulai politik sampai akhirnya
Ia menjadi presiden ke-4 setelah jatuhnya kekuasaaan Soeharto.
wafatnya
sang guru bangsa ini membuat sedihnya para kaum minoritas di Indonesia sehingga beramai ramai orang dari
5 ragam agama yang berada di Indonesia ini mendatangi makam almarhum Gusdur,
termasuk juga orang-orang Tiong hoa yang menobatkan Gusdur sebagai bapak Tiong
hoa pada tanggal 10 maret 2004 karena sifatnya yang tidak suka dengan
deskriminasi dan membela kaum minoritas. Atas jasa-jasanya dan kecintaan
masyarakat kepadanya Hingga saat ini makam Almarhum gusdur sering diziarahi.
Bahkan
atas prestasi dan jasanya, walaupun sudah
almarhum, bapak lintas agama ini mendapatkan penghargaan Lifetime
Achievement Award dalam Liputan 6 Awards 2010, dan memberikannya kepada
istrinya Nyai sinta Nuriyah.
* Mahasiswa Al-Azhar 2012, Fakultas Ushuluddin